Smartphone saat ini sudah menjadi kebutuhan semi-primer bagi semua orang. Tidak terkecuali para siswa/pelajar. Walaupun masih beredar handphone yang hanya memiliki fungsi sederhana, seperti telpon dan sms, namun rata² minimal sudah memiliki kamera di dalamnya.
Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21
Berdasarkan informasi yang gw terima dari pertemuan orangtua murid di SMP tempat anak gw bersekolah, saat ini pola belajar anak bukan lagi mengandalkan buku pelajaran semata, namun juga tidak lepas dari teknologi internet.
Seperti dijabarkan pada slide di atas, bahwa pelajar di era sekarang ini, cara & pola belajarnya sangat jauh berbeda dengan cara belajar kita, para orangtua, di masa lalu. Dulu, buku andalan kita adalah bunga rampai, buku pintar, RPAL, RPUL dan semacamnya.
Apa yang menjadi ciri cara belajar di masa kini? Yuk kita bongkar satu demi satu.
- Informasi - pelajar mencari informasi bukan hanya dari buku saja, namun juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber informasi. Namun demikian, perlu diingat dan dicatat bahwa tidak semua informasi yang ada di internet adalah valid. Kita tetap harus memiliki rujukan lain, baik berupa buku atau situs yang dapat dipercaya.
- Komputasi - dalam menghadapi suatu persoalan, pelajar diharapkan dapat mengetahui sebab terjadinya masalah tersebut, dan juga dapat memberikan solusi terhadapnya. Jadi bukan hanya sekedar mengetahui jawabannya saja.
- Otomasi - pelajar diarahkan untuk melatih cara berpikir analitis untuk menghasilkan solusi.
- Komunikasi - dalam menghadapi persoalan, pelajar ditekankan pada pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam mencari solusi, bukan dengan kompetisi belaka.
Dari poin di atas, secara umum dapat kita pahami bahwa keberadaan smartphone pada pelajar dapat membantu kelancaran proses pendidikan dan pengajaran.
Kita coba mundur sejenak, ketika anak gw kelas 6 SD, gw belum memberikan fasilitas smartphone kepadanya, namun memberikan hp sederhana dengan fitur telpon dan sms untuk komunikasi dengan kami, orangtuanya. Namun kala itu, di kelasnya, sudah banyak siswa-siswi yang memanfaatkan smartphone untuk berbagi informasi tentang kelas dan sekolah dari gurunya. Di situ gw merasa terlambat, namun tidak menyesal, karena gw belum yakin, anak gw mampu memanfaatkan smartphone dengan bijak. Dan ketika menjelang Ujian Nasional, dimana anak gw sedang fokus untuk lulus dengan nilai memuaskan, dengan target SMP terbaik di lingkungan gw tinggal, kami mencabarnya dengan sebuah tantangan. Jika dia bisa diterima di SMP terbaik pilihan kita semua, maka dia berhak mendapatkan smartphone, lengkap dengan layanan datanya. Kebetulan, saat ZenFestival 2015 lalu, gw berhasil memperoleh sebuah smartphone ASUS Zenfone Laser dari event Scavenger yang diadakan saat itu. Jadi hadiahnya sudah ada, nggak perlu beli lagi. Challenge accepted! Singkat cerita, anak gw berhasil diterima di SMP favorit di wilayah Jakarta Timur.
Tata Tertib Sekolah dari Dinas Pendidikan DKI
Saat pertemuan orangtua murid dengan pihak sekolah, kami mendapatkan informasi mengenai tata tertib dan jumlah poin yang diterima oleh anak kami jika mereka melakukan pelanggaran terhadapnya. Dan ini menjadi kontradiksi saat kami melihat ada satu poin yang terdapat di dalam tata tertib sekolah tersebut.
Kita lihat pada poin #20 yang menyatakan bahwa pelajar dilarang membawa HP berbasis multimedia. Hal ini akan menjadi kontraproduktif di mana satu sisi pelajar diharapkan mampu bergerak lugas memanfaatkan teknologi dalam mengerjakan tugas, namun di sisi lain membawa HP smartphone saja akan mendapatkan poin pelanggaran yang bobotnya cukup besar (40 poin). Sebagai informasi, jika jumlah poin pelanggaran mencapai 100, maka pelajar akan dikembalikan kepada orangtuanya, dan kecil harapan untuk dapat bersekolah di kota yang sama (dalam hal ini mungkin propinsi DKI Jakarta).
Saran/Solusi
Untuk mengatasi kontradiksi tersebut, perlu dicari jalan keluar agar kedua pihak tidak dirugikan. Terus terang, di masa sekarang ini, komunikasi sangat penting, apalagi antara orangtua dengan anaknya. Memang, kita sering melihat kasus² penyalahgunaan smartphone di kalangan pelajar, namun hal itu tidak semestinya menjadikan kita paranoid. Justru kita harus memberikan kepercayaan pada anak dan melatihnya bertanggung jawab atas kehormatan dirinya sendiri, karena kita sebagai orangtua, belum tentu dapat mendampingi mereka seumur hidup kita.
Jika seandainya pelajar boleh membawa smartphone ke sekolah, walau tujuan utamanya adalah untuk komunikasi dan koordinasi dengan orangtuanya, bisa diatur agar hp tetap dalam keadaan off/mati selama proses pengajaran, tidak terkecuali pada jam istirahat. Dan dapat diaktifkan kembali saat jam pulang sekolah. Namun tidak menutup kemungkinan, dengan kurikulum dan pola ajar yang sangat modern ini, justru guru membolehkan pelajar memanfaatkan smartphone dalam proses pengajaran yang sedang dilakukannya, namun dengan catatan, tetap dalam pengawasan.
Mengenai sanksi, gw rasa sudah ada beberapa poin yang dapat menutup celah penyalahgunaan smartphone di kalangan pelajar. Dapat kita lihat pada slide di bawah ini.
Antara lain pada poin #22 dan poin #27 yang belakangan ini sering kita lihat dan baca di jagad maya. Perbuatan pada poin #22 justru direkam dengan hp (menjadi barang bukti) dan poin #27 yang umumnya juga dilakukan melalui hp. Selain itu juga, bila kita lihat pada poin #19 di slide sebelumnya, mengenai konten porno, hal itu juga umum kita temui di hp. Oleh karena itu, sebagai orangtua, kita mesti membuat perjanjian dengan anak, agar kita dapat sewaktu-waktu memeriksa hp mereka, untuk menjaga mereka dari perbuatan yang merugikan diri mereka sendiri di kemudian hari.
Konklusi
Harapan kami sebagai orangtua, agar membawa HP tidak menjadi salah satu poin pelanggaran, tentunya dengan kondisi yang sudah disepakati bersama. Hal ini agar orangtua tidak merasa kuatir mengenai posisi dan kondisi anaknya jika mesti terlambat pulang karena ada pelajaran tambahan atau tugas lain yang mesti dilakukan secara berkelompok.