Artikel Unggulan

ASUS Zenbook 14 OLED (UX3405), Ultrabook Pertama dengan AI Prosesor

  ASUS mengumumkan Zenbook 14 OLED (UX3405), laptop ultraportable premium pertama yang dibekali oleh prosesor bertenaga AI, Intel® Core™ Ult...

[Story] Waspada Memilih Sekolah Dasar (Swasta)!

Pernahkah kalian para orangtua merasa aneh terhadap perkembangan intelegensi dan akademis anak² kita? Yang mana sebelumnya kita yakin bahwa anak² kita memiliki perkembangan yang bagus dan baik² saja?
Gw pernah! Dan inilah cerita gw..


Khansa, anak gw yg pertama, sejak lulus TK masuk sekolah SDIT di lingkungan dekat rumah kami. Selama 3 tahun berjalan, gw pikir semuanya berjalan normal dan lancar. Ada sih kendala akademis, tapi berdasarkan informasi saat itu bukan masalah besar buat anak gw, masih bisa ngejarlah. Sampai pada suatu ketika, karena satu dan banyak hal, gw terpaksa harus memindahkan sekolah anak gw dari SDIT ke SD Negeri.

Awalnya gw pikir wajar, anak gw kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah negeri, karena perbedaan cara ajar dll. Tapi setelah sekian bulan berjalan, gw merasa kaget-sekaget-kagetnya, karena ternyata tingkat pemahaman anak gw terhadap materi pelajaran sangatlah rendah. Setelah gw telusuri lebih jauh, ternyata perbedaan pola ajar di SDITlah yang menyebabkan semua ini terjadi. Di sekolah swasta, anak murid serba dilayani sampai bisa mengerjakan suatu hal, tanpa mempedulikan sebetulnya anak itu sudah memahami persoalannya atau belum. Gap inilah yang kemudian muncul akibat perbedaan pola ajar. Gw itu produk sekolah negeri, gak belajar, ya gak tau. Guru pun ngasih tau hanya kail, bukan umpan, bukan pula ikan. Gw merasa terkecoh selama menyekolahkan anak gw di sekolah swasta, mengingat laporan tiap rapotan menyebutkan perkembangan anak gw baik² saja. Dan sekaranglah hasilnya baru terungkap.


Namanya sekolah negeri, pe'er atau tugas itu bejibun banyaknya. Dan semua tugas tersebut ada tenggat waktunya, kapan mesti dikumpulkan. Dulu waktu anak gw sekolah swasta, gak ada namanya pe'er atau tugas dikerjakan di rumah. Perbedaan ini menyebabkan anak gw gak bisa melakukan manajemen waktu dengan baik. Sampai sekarang hal ini masih jadi problem di rumah kami. Karena tidak ada tugas/pe'er menyebabkan anak murid jadi kurang minat membaca, karena setiap soalan yang diberikan, jika murid tidak paham, guru akan memberikan pendampingan terhadap sang anak, sampai si anak bisa menjawab soalan tersebut berdasarkan logikanya. Alhasil, si anak bisa kasih jawaban tebakan, jika benar, guru bilang iya, jika tidak, guru bilang bukan itu, dan si anak bisa kasih jawaban lain yg kira² sesuai, sampai akhirnya menjadi jawaban yang benar #cmiiw 

Malas membaca! Mungkin itu yang terjadi pada beberapa murid sekolah swasta belakangan ini, karena posisi murid yang seolah² lebih tinggi daripada guru, sehingga guru terkesan harus memberikan pelayanan pendidikan agar sang murid bisa memberikan jawaban yang benar terhadap suatu soalan. Bukan mencari sendiri jawaban atas suatu soalan tersebut. Ini benar² terjadi kawan²!

Di lain pihak, gw bersyukur karena memindahkan anak gw saat kenaikan kelas 4 yang lalu.. Gak kebayang kalo seandainya gw biarkan anak gw sekolah di sana sampai lulus dan masuk SMP Negeri. Berat! Sangat berat adaptasi yang harus dilakukan anak gw untuk mengejar ketertinggalannya terhadap kemampuan memahami bacaan dan mencari solusi/jawaban melalui bacaan selama 6 tahun sekolah di sana. 

Di sini gw hanya sekedar menceritakan apa yg tengah gw alami bersama anak gw, bukan mendiskreditkan institusi pendidikan tertentu. Gw yakin, masih ada institusi pendidikan swasta lain yang benar² menghasilkan generasi yang kritis dan gemar membaca. Gw hanya sekedar sharing, bahwa mungkin yg gw alami ini, ada juga rekan² orangtua lain yg mengalaminya.. Gw berharap bisa sharing cara, bagaimana mengejar ketertinggalan ini dan menaklukkan masalahnya, sekian.

Wassalam, orangtua yang sedang tertekan karena urusan pendidikan anaknya sendiri.

30 komentar:

  1. Sebagai guru salah satu sekolah IT, saya juga merasakan hal yang sama seperti bapak -dari sudut pandang guru-. Terkadang jadi dilema sih, antara idealisme guru dengan kebijakan (kurikulum) sekolah yang nggak ketemu. Belum lagi tuntutan ortu yang macem-macem. Thanks sharingnya ya pak, bisa jadi bahan evaluasi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bu Guru. Awalnya saya pun merasa perkembangan anak saya baik-baik saja. Hal ini baru diketahui setelah si anak pindah ke sekolah negeri, dengan metode pendidikan yang mungkin berbeda. Dan dari situ anak bercerita, perbedaan saat dia sekolah di SDIT dengan di SD Negeri saat itu.. Sekarang alhamdulillah, anak saya sudah SMP, setelah perjuangannya bisa memahami setiap mata pelajaran di sekolah barunya, dengan metode yang dia rasakan berbeda. Semoga bisa menjadi evaluasi yang positif, demi kemajuan anak didik, generasi bangsa.. aamiin..

      Hapus
    2. Wah jd kebuka no,jd tambah bingung sy tinggal di tangsel pamulang 2,bingung mencari sekolah negeri yg bagus karena berdasarkan obrolan tetanga2 yg anaknya sudah SD beda sekali kalau anak yg d swasta dan d negeri,disinj lebih pintar yg di swasta daripd d negeri...tambah bingung deh...

      Hapus
    3. pintar itu relatif Bun.. swasta belum tentu jelek, bisa saja memang lebih bagus daripada negeri.. tiap daerah mungkin bisa berbeda, oleh karena itu, mencari informasi sangat penting. pengalaman kami, ketika anak kami sekolah di TKIT, perkembangannya bagus, guru bisa memberikan informasi dengan baik. Tapi ketika anak kami SDIT, di yayasan yang sama, guru kurang bisa memberikan informasi dengan jelas dan detil karena mungkin ada parameter lain. Hanya saja, kami baru mengetahui bahwa anak kami mampu membaca dengan lancar, tapi nggak paham maksudnya, ketika mengerjakan soal cerita. Intinya, ortu mesti paham perkembangan anak.. dan rajin survey, cari info mengenai sekolah yang baik di sekitar kita. itu saja..

      Hapus
  2. Mohon maaf mang jika salah, kayanya judulnya perlu di edit biar tidak berkesan atau memancing orang untuk pro atau kontra.. misal dalam kurangnya (swasta maupun negeri).. piss.. jangan sampai ada yg salah paham, apalagi pahamnya salah.. :)

    BalasHapus
  3. Ups salah ketik, kurangnya=kurungya

    BalasHapus
  4. Sangat bermanfaat bagi saya yang akan memasukan anak ke SD, namun harus dipahami perna orangtua juga sangat penting bagi perkembangan anak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul! orangtua harus aktif juga dalam komunikasi dengan pihak sekolah, khususnya guru wali kelas..

      Hapus
  5. masf cuman mau komen masalah gratis atau berbsyar. dilauar permadalahan otang tua harus mengeluarkan uang atau tifak, guru tetap di gaji kok, karena salah satu motif ekonomi. bahkan tingkat kesejahteraan guru negeri saat ini (khususnya DKI) tergolong sangat sejahtera, dengan harapan mengurangi pungli dan memotivasi kinerja mereka. jadi menurut saya agak bias kalo disebut gratis sebagai salah satu alasan perbedaan. kalopun ada mungkin hanya oknum dan saya rasa hal demikian juga dapat terjadi di setiap institusi baik berbayar maupun gratis. yang lebih tepat dibahas adalah kurikulum dan metode prngajaran. saat ini sekolah negeri sudah menerapkan kurtilas yang sangat jauh berbeda dari pendidikan kita (kami) jaman then. hal tersebut membuktikan bahwa kirikulum pun sudah mengalami perkembangan, walopun mungkin dirada masih kurang optimal, terlebih jika trnaga pengajar yang sudah mendekati usia pensiun dan tidak mau "mengupdate" ilmunya. saran dan masukan sangat dibutuhkan dalam sistrm pendidikan kita, makanya dibuat komite. unyuk swasta mungkin akan cepat direspon namun untuk negri akan kesulitan terkait kendala birokrasi. pada intinya semua sedang berubah, semoga menuju kearah yg lebih baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya kenal beberapa guru swasta yang baik mengajarnya.. dan saat ini mereka hijrah ke negeri entah untuk alasan apa.. saya juga mengenal seorang guru honorer di sdn tempat anak saya yang pertama sekolah dulu.. dan hingga kini masih mengajar anak didiknya dengan hati.. salut untuk mereka para guru yang berdedikasi mengajar dan mendidik anak-anak kita dengan upaya terbaik mereka, di mana pun mereka berada..

      Hapus
  6. Terjawab sudah , mungkin memang anak2 lulusan SDIT terbiasa dilayani, sehingga ketika lulus menjadi kaget jika sekolah di SMP negeri. Mungkin ini salah satu penyebab anak saya memiliki keinginan baca yg rendah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin tidak semua demikian.. tapi pengalaman kita ada kemiripan..

      Hapus
  7. Wah bagus banget infonya bun, salam kenal dan jangan lupa untuk daftarin juga dan lihat info terbaru tentang smp swasta di jakarta selatan di website kami ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf sebelumnya mengenai perbedaan antara sekolah SD negeri dan SD IT, anak sy yg pertama sekolah di SD IT dan skr sdh kuliah semester 4, sebelum anak sy msk SD IT anak sy masukan di sekolah SD negeri yg kebetulan dkt dgn rmh, selama 3bln sekolah di SD negeri anak sy tdk pernah menulis atau pun mengikuti pembelajaran bahkan sering pulang d saat bkn jam pulang dan tdk mau kembali lg k sekolah awalnya sy menganggap biasa krn awal sekolah akhirnya sy antar dia k sekolah dan sy tungguin sampai selesai, dan ternyata cara guru memberikan pelajaran hanya satu arah, guru menjelaskan dia murid mendengar kan mungkin untuk anak sy ini sangat membuat dia bosan d tambah lg guru sering cuek dan duduk menulis d meja entah apa yg dikerjakan sedangkan siswa ada yg wara wiri pindah sana sini mungkin untk sebagian anak anak senang dgn hal itu, tp anak sy tdk nyaman dgn hal seperti itu...anak sy nyaris tdk pernah menulis apapun d buku selama 3bln buku kosong yg selalu d bawa pulang... Akhirnya sy pikir lebih baik sy pindahkan anak sy k Sekolah SD IT dan Alhamdulillah awal msuk sekolah dia lsg mandiri, dan bertanggung jawab apa yg menjadi tugas dia... Dan hal plus yg d dpt d SD IT adalah pelajaran agama nya lbh banyak klo tdk salah 4jam dlm 1minggu, hafalan surat" Al Qur'an terbiasa sholat tepat waktu dan sholat" sunah lainnya...maaf bkn berarti d SD negeri tdk d ajarkan tp mungkin wkt nya d batasan sesuai dgn kurikulum kementerian pendidikan yg sy kejar d sini juga ada plus klo anak" d ajarkan untuk kreatif, aktif dan Inovatif jd tdk hanya akademis yg jd acuan...nilai" agama pun d ajarkan... Maaf sekali lg sy tdk bermaksud mengecilkan SD negeri bkn berarti d SD negeri tdk d ajarkan nilai" agama tp krn batasan batasan dr Diknas klo untuk SD IT pasti mrk juga mengikuti aturan Diknas yg punya kurikulum wajib yg hrs d ikuti.Tp juga SD swasta punya mata pelajaran plus yg d SD negeri d kurangi jam nya tp d swasta d tambah bahkan jd pelajaran unggulan
      Sekali lg mohon maaf klo ada kata kata sy yg salah

      Hapus
    2. tidak apa.. di sini diskusi terbuka.. dan tulisan ini murni pengalaman pribadi kami.. bukan berarti kami menggeneralisir semua sekolah, tidak. tapi ada baiknya jika sebelum memutuskan untuk menyekolahkan anak, kita gali informasi sebanyak-banyaknya ttg sekolah tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang kurang sesuai ekspektasi kita..

      Hapus
    3. karena saya tamatan sd negeri beberapa belas tahun silam, saya rasa tergantung sd negerinya deh, kalau dibilang sd it lebih bagus ketika saya kuliah banyak teman-teman saya dari sd it tapi maaf "males2an" dan bukan juga saya membanggakan diri, kalau dibilang tamatan negeri ga bagus, alhamdulillah ketika kuliah dan sampai sekarang saya kuliah lagi, saya cumlaude. Papa saya tamatan sd-smp-sma negeri bisa masuk stan dan UI, suami saya juga begitu. Semua tergantung pengajar, akreditasi, dan muridnya juga. Ada kok penelitian yang menyatakan minat baca anak Indonesia ini rendah, ya kalo menurut saya, anak itu harus diajak untuk punya keingin tahuan yg tinggi ketika dia melihat ortunya membaca atau kasih stimulus2 ke arah edukasi, jadi ketika anak itu tidak mendapatkan dari gurunya bisa juga dari ortu. Saya aja kalau ditanya masih ingat semua pelajaran sd saya, sd saya disumatera termasuk sd percontohan, coba aja di tahun 2005, cara guru saya agar murid2 aktif itu dengan peringkat dipapan pintu, misalnya saya mendapatkan nilai 100, dipintu akan ditaro foto saya, lalu diikuti teman saya yg mendapatkan nilai 90 dan kebawah. Apakah di sdit diterapkan sistem seperti itu? itu ditahun 2005 lho.

      Hapus
    4. justru pengalaman anak saya memberikan pengalaman bahwa tidak semua SDIT itu membuat si anak didik ini aktif dan memahami pelajaran yang diberikan. Dan posisi guru thd murid tertentu juga terasa kurang tegas, karena orangtua si anak kebetulan donatur/pemilik yayasan.. sekali lagi, ini bukan menggeneralisir.. ini murni pengalaman pribadi.. :)

      Hapus
  8. Anak saya masuk SD it,alhmdulilah hapalan nya udah banyak,ngitung juga dah bisa dan baca udah bisa,ini baru klas 1,kalo di SDIT orang tua juga ikut serta mendidik karena sering di kasih PR,anak bnar2 di didik,oya kalo maslaah pintar dan engga nya tergantung anak itu sndiri,trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah.. perkembangan anaknya sesuai dengan harapan ya Bang? kalau yang terjadi pada anak kami, dan anak-anak lainnya, ketika itu memang sudah bisa baca, malah cepat bacanya.. hanya saja, anak-anak itu tidak mengerti apa makna bacaannya.. hal ini ketahuan ketika anak-anak sedang ujian, membaca soal tidak masalah, namun memberi jawaban atas soalan tersebut yang jadi masalah, karena saat itu anak-anak masih banyak yang tidak/belum memahami makna kalimat soal yang diberikan.. sayangnya, hal ini baru kami ketahui ketika anak kami menapaki kelas 3 SD.. sehingga kami harus memberikan upaya ekstra agar anak kami bisa memahami apa yang sedang dibacanya.. melalui komik anak-anak..

      Hapus
    2. Menurut saya yang terpenting untuk anak sekolah dasar adalah pendidikan karakter atau akhlak anak. Dan sekolah negeri sepertinya belum bisa mengakomadasi

      Hapus
    3. Ini permasalahan pendidikan saat ini. Belum merata di seluruh pelosok Nusantara.

      Hapus
    4. Alhamdulillah anak saya belum masuk SD tapi sudah punya hafalan ya. Soal hafalan di rumah pun bisa kok di ajarin sama orang tuanya. Termasuk akhlaknya anak juga peran orang tua lebih utama. Kalo akademik itu bisa dpt dr sekolah. So, sekolah bagus kalo anak nya tidak bs mengikuti itu kasihan ke anaknya. Memang bersyukur anak yg sekolah di sdit bisa mendapatkan ilmu agama yg lebih. Disini kan kasihan jika ada orang tua memiliki anak yg berpotensi namun tidak mampu menyekolahkan disekolah spr sdit. Tidak menutup kemungkinan pasti mreka masuk ke sekolah negeri. Bukan begitu. Dan penulis pun disini hanya shareing pengalaman pribadi. Agar bisa buat pertimbangan orang tua di luar sana. Termasuk saya. Terimakasih 🙏

      Hapus
    5. Alhamdulillah anak saya belum masuk SD tapi sudah punya hafalan ya. Soal hafalan di rumah pun bisa kok di ajarin sama orang tuanya. Termasuk akhlaknya anak juga peran orang tua lebih utama. Kalo akademik itu bisa dpt dr sekolah. So, sekolah bagus kalo anak nya tidak bs mengikuti itu kasihan ke anaknya. Memang bersyukur anak yg sekolah di sdit bisa mendapatkan ilmu agama yg lebih. Disini kan kasihan jika ada orang tua memiliki anak yg berpotensi namun tidak mampu menyekolahkan disekolah spr sdit. Tidak menutup kemungkinan pasti mreka masuk ke sekolah negeri. Bukan begitu. Dan penulis pun disini hanya shareing pengalaman pribadi. Agar bisa buat pertimbangan orang tua di luar sana. Termasuk saya. Terimakasih 🙏

      Hapus
    6. terima kasih atas atensi dan apresiasinya :)

      Hapus
  9. plus minus ya menurut saya kembali ke ortu karena sekolah sebetulnya bukan satu-satunya faktor utama, memang betul sekali siswa SDN dituntut mandiri yang sangat bagus untuk kebiasaan mereka di jenjang selanjutnya namun di sisi lain saat anak kelas 1 terkadang beberapa sekolah tidak terlalu memperhatikan anak-anak yang memang belum bisa dan anak-anak sekarang sangat berbeda dengan jaman 80 90an memang harus dibantu atau dilayani seperti di SDS IT, pola asuh sangat menentukan kehidupan anak di luar sana (Puti, ENglish Teacher, Bandung, besar di keluarga SD Assalaam Bandung, sudah masuk ke dunia pendidikan sejak tahun 2006)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju Mbak Puti. Maka dari itu, di sini saya justru mengajak orangtua untuk proaktif dalam mencari informasi setiap sekolah yang kelak menjadi tempat belajar anak-anaknya. Agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.

      Hapus
    2. maksud saya berbagi informasi ini, bukan untuk menggeneralisir.. ini justru bentuk kepedulian orangtua terhadap perkembangan pendidikan anak kita sendiri.. saya akui, banyak sekolah swasta yang bagus, banyak juga sekolah negeri yang bagus.. namun itu saya perhatikan, tidak lepas dari kualitas tenaga pendidiknya juga..

      Hapus
  10. Mohon maaf jika tidak sependapat, sepertinya dalam hal ini peran orang tua dibutuhkan juga terutama anak baru masuk SD. Kadang kita sebagai orang tua berfikir anak disekolahi biar pinter, jd kita cuma mantau doank.. Jadi menurutku bukan bermasalah di SDN ato SDIT/swasta.. Tapi bagaimana cara Guru nya menyampaikan pelajaran, bagaimana minat sekolah anaknya, dan bagaimana peran pendidikan orang tua terhadap anak.. Itu semua saling berhubungan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak apa jika tak sependapat, karena tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi. setiap kenaikan kelas, saya selalu bertanya pada guru, apa yang harus diperbaiki dari anak saya, tapi jawabannya selalu, anak saya baik, bisa mengikuti perkembangan. sampai ada satu kejadian yang membuat anak saya harus pindah dari sekolah tersebut, dan di sekolah barunya, anak saya mengalami kesulitan dalam memahami kalimat soal. padahal di sekolah lamanya, sang guru tidak pernah menyampaikan hal tersebut. beruntung, anak saya terdeteksi lebih awal, dan kami selaku orangtua mencoba untuk membantunya mencerna kalimat, memahami maksudnya. Alhamdulillah, sekarang anaknya sudah bisa mandiri, sudah kelas XI :) Terima kasih atensinya..

      Hapus