Pendahuluan
Akhir November hingga awal Desember 2025, Aceh kembali diguncang bencana banjir besar. Ribuan rumah terendam, ratusan ribu warga mengungsi, dan korban jiwa mencapai angka yang mengejutkan. Data BNPB mencatat lebih dari 750 orang meninggal dan 647 hilang di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat. Setidaknya sembilan kabupaten/kota di Aceh ditetapkan dalam status darurat banjir.
Pertanyaannya: mengapa banjir kali ini begitu parah? Apakah semata karena hujan deras, atau ada faktor lain yang memperburuk keadaan?
Faktor Cuaca Ekstrem
BMKG melaporkan bahwa banjir besar di Aceh dipicu oleh siklon tropis Senyar yang terbentuk dari bibit siklon 95B di Selat Malaka. Siklon ini membawa curah hujan ekstrem sejak 26 November 2025. Hujan deras turun hampir tanpa henti, membuat sungai meluap dan daerah rendah terendam.
Fenomena siklon tropis memang jarang terjadi di Indonesia, tetapi ketika muncul, dampaknya bisa sangat besar. Curah hujan yang biasanya turun dalam hitungan minggu, terkonsentrasi hanya dalam beberapa hari.
Kerentanan Alamiah Wilayah Aceh
Selain faktor cuaca, kondisi alam Aceh sendiri membuat wilayah ini rentan terhadap banjir bandang dan longsor. Topografi Aceh yang curam, dengan banyak daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara ke pesisir, menjadikan air hujan cepat mengalir ke bawah.
Pakar geologi dari UGM menegaskan bahwa Sumatra, termasuk Aceh, memiliki karakteristik geologi yang rawan bencana hidrometeorologi. Artinya, meski hujan tidak terlalu ekstrem, potensi banjir bandang tetap tinggi karena kondisi alamiah wilayah.
Kerusakan Lingkungan dan Alih Fungsi Lahan
Namun, faktor alamiah bukan satu-satunya penyebab. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia memperparah banjir.
- Deforestasi: Hutan alam di Aceh banyak yang berubah menjadi perkebunan sawit dan lahan produksi lain.
- Alih fungsi DAS: Penebangan hutan di hulu sungai mengurangi daya serap tanah, sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai tanpa tertahan.
- Ekspansi industri perkebunan: Perusahaan besar yang membuka lahan dalam skala masif memperburuk kerentanan ekosistem.
Walhi menyoroti bahwa banjir besar di Aceh bukan hanya fenomena alam, tetapi juga akibat dari kebijakan tata ruang yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Banjir besar ini menimbulkan dampak sosial yang luar biasa:
- Korban jiwa: lebih dari 750 orang meninggal, 647 hilang.
- Pengungsi: lebih dari 530 ribu orang harus meninggalkan rumah mereka.
- Kerusakan infrastruktur: rumah, sekolah, jalan, dan fasilitas umum rusak parah.
- Gangguan ekonomi: UMKM, pertanian, dan perdagangan lokal lumpuh.
Selain kerugian material, trauma psikologis juga menghantui warga. Anak-anak kehilangan sekolah, keluarga kehilangan mata pencaharian, dan masyarakat harus memulai kembali dari nol.
Ringkasan Penyebab
Jika ditarik benang merah, banjir besar di Aceh adalah hasil kombinasi dari tiga faktor utama:
- Cuaca ekstrem akibat siklon tropis.
- Kerentanan alamiah karena kondisi geologi dan topografi.
- Kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.
Tanpa kerusakan lingkungan, hujan ekstrem mungkin tidak akan menimbulkan banjir sebesar ini. Sebaliknya, tanpa hujan ekstrem, kerusakan lingkungan tetap membuat Aceh rawan banjir. Kombinasi keduanya menciptakan bencana besar.
Solusi dan Harapan
Banjir Aceh harus menjadi pelajaran penting. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Reboisasi dan perlindungan hutan: mengembalikan fungsi hutan sebagai penyerap air.
- Pengelolaan DAS berkelanjutan: menjaga hulu sungai agar tidak rusak.
- Edukasi masyarakat: meningkatkan kesadaran tentang mitigasi bencana.
- Kolaborasi pemerintah, NGO, dan komunitas lokal: memperkuat sistem peringatan dini dan penanganan darurat.
Penutup
Banjir besar di Aceh bukan sekadar bencana alam, melainkan cermin dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Ketika hutan ditebang, sungai rusak, dan lahan dialihfungsikan tanpa kontrol, maka bencana menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.
Harapannya, tragedi ini bisa membuka mata kita semua: menjaga alam bukan hanya soal idealisme, tetapi soal keselamatan hidup. Aceh memberi pelajaran berharga bahwa banjir bukan hanya air yang meluap, tapi juga alarm keras agar kita lebih peduli pada bumi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar